Saturday, July 4, 2015

Tolong, Aku Diculik !


Jano terkejut, di jalan  sepi tak jauh dari sekolahnya, seorang lelaki berkacamata hitam menghadangnya.  
“Ada kabar buruk Dik. Ayahmu sakit.parah, Sekarang ada di rumah sakit.  !”Lelaki  jangkung itu bersikap sopan sekali pada Jano.
Jano terkejut. Tentu saja, tadi pagi ayahnya segar bugar. Jano merasa cemas pada ayahnya. “Bapak siapa ?” tanya Jano. Ia tak pernah bertemu orang itu.
“Saya Om Joko, teman ayahmu.Sekarang ikut denganku ke rumah sakit. Ayahmu ingin sekali bertemu denganmu. ”
“Tapi Om ?” Jano ragu. Ia tak boleh pergi bersama orang asing. Itu pesan ayah yang selalu diingatnya. Tapi lelaki jangkung itu tampak kehilangan kesabaran.
  “Sudah, jangan banyak tanya. Kau masih ingin melihat ayahmu kan ?” kali ini suaranya membentak. Jano berdebar-debar. Ia mulai was-was. Akal sehatnya mulai bekerja. Jangan-jangan orang ini jahat. Jano berniat lari tapi…
“Mau kemana,” lelaki itu mencengkeramnya. Jano kesakitan.  Laki-laki itu menarik tangan Jano menuju sebuah sedan hitam.
 “Lepaskan aku… lepaskan  !” Jano meronta. Ia berteriak tapi percuma saja karena jalan itu benar-benar sepi.
 “BRUK !” Lelaki itu mendorong Jano ke jok belakang lalu menutup pintunya. Duduk dibelakang kemudi, seorang lelaki gemuk.  
            “Nih dik, permen buat kamu !” lelaki gemuk itu tersenyum riang padanya sambil melemparkan beberapa biji permen ke jok belakang. Meskipun si pengemudi mobil itu bersikap ramah Jano ketakutan. Apa yang diinginkan orang-orang ini?
 Tiba-tiba jantung jano serasa berhenti berdetak. Astaga …aku diculik !!? pikirnya seketika.  Sudah sering ia mendengar berita penculikan bocah sepulang dari sekolah. Dan saat ini ia yang mengalaminya. Dan itu berarti kabar tentang ayahnya yang sakit adalah bohong !
 Jano ingin menangis. Apalagi saat lelaki jangkung itu menelpon seseorang. Itu suara ayah Jano. Ayah Jano tampak panik di telepon.
 “Tenang Jano, percuma menangis. Berpikirlah supaya  lolos  !”  pikir Jano.
Jano mulai berpikir. Pura-pura sakit perut.Minta berhenti di toilet umum. Lari kalau ada kesempatan. Bisa dicoba ! pikirnya.
 “Om sakit perut. Mau ke kamar mandi.” Jano pura-pura merintih.
“He he… mau lari yah. Tipuan kuno !” kedua lelaki itu tertawa mengejek.
“Uh !” Jano kesal. Upaya pertamanya gagal. Apalagi nih ?
 Jano ia melihat keadaan di luar jendela. Ia tahu di mana mobil berada saat ini.  Di jalan Martapura ! Jano ingat , di ujung jalan Martapura ada lampu merah. Daerah itu selalu  macet. Mobil harus berhenti agak lama, sebelum bisa berjalan kembali. Jano ingin memanfaatkan keadaan itu. Bagaimana caranya.
 Jano mendapat akal. Ia dengan sangat hati-hati ia mengambil spidol dari dalam tasnya.  Gemetar ia menulisi telapak tangan kirinya dengan huruf yang besar- dan tebal  : . TOLONG ! AKU DICULIK !”
 “Hey sedang apa !”bentak lelaki jangkung saat  Jano menunduk lama di jok belakang.
“Sakit perut om!” jawab Jano dengan suara gemetar.
“Dasar pembohong !” laki-laki itu membentak lagi. Jano lega, lelaki  itu tak mencurigainya.
 Saat yang ditunggu Jano. Mobil  berhenti  di lampu merah. Di samping sedan hitam merambat banyak kendaraan yang bersiap untuk berhenti. Sebuah sepeda motor  berhenti tepat di bagian tempat Jano berada.
 Jano  cepat menempelkan telapak tangan kirinya di kaca mobil. Ia berharap pengemudi motor itu membaca pesan di tangannya. Tapi orang itu tak melihatnya. Jano tak putus asa. Ia terus menempelkan telapak tangannya di kaca. Ia  berhati-hati agar tak dicurigai  oleh kedua penjahat itu.  
Kali ini sebuah sepeda motor berhenti. Seorang bapak membonceng seorang anak lelaki berseragam sekolah. Anak itu sebaya Jano. Jano berharap anak itu melihatnya di balik kaca.“Ayo lihat sini… bacalah… bacalah !” desahnya memohon.
  Jano tak tahu persis apa yang terjadi. Anak itu tiba-tiba gugup. Ia menepuk pundak ayahnya lalu menunjuk-nunjuk ke samping. Jano memekik. Ia yakin anak itu membaca pesannya.
Oh tidak ! Lampu hijau menyala. Mobil sedan hitam bergerak.  Motor itu tertinggal di belakang. Jano sangat sedih. Ia gagal lagi.
  “Tuhan tolong aku,” doanya tanpa henti.  
  Jano mulai putus asa. Namun beberapa saat kemudian, terdengar bunyi sirine. Dua mobil polisi mendekat dengan cepat,  memotong jalan  mobil sedan hitam.
Ciit! mobil sedan hitam  berhenti mendadak. Empat  polisi mengepung. Kedua penjahat panik, tak  berkutik. Mereka  tertangkap tangan  menculik seorang anak yang baru pulang dari sekolah.  
  Seorang polisi membuka pintu samping. Jano senang sekali. Ia cepat keluar dari mobil penculik itu.
“Terima kasih Pak Polisi,” kata Jano.
“Seorang anak membaca pesan di tanganmu.  Hebat, kau anak yang cerdik !” puji pak Polisi sambil menepuk bahu Jano.  
Jano merasa lega dan bangga. Ia ingin segera pulang dan bertemu dengan  orang tuanya. Siang ini Jano mendapat pengalaman yang berharga. Satu hal yang ingin disampaikannya pada teman-temannya. Jika diculik,  jadilah anak yang cerdik !  

Friday, December 16, 2011

Huu Charli huu....!!

Hai, aku Charli. Aku punya sebuah pengakuan. Aku adalah si pengacau di kelas. Nakal, bandel, jahil, begitu deh teman-teman mengataiku. Bangkai cicak, kecoak, ulat bulu kutaruh ke laci meja Vinza si penakut.  Pensil Edo, penggaris Samy, buku Lala, kupinjam, tapi aku ogah mengembalikannya. Klek! Rubik Ilham kupatahkan. Ciatt…! Sebelah sepatu Yanyan masuk  selokan, kena tendangan mautku. Yanyan harus beli sepatu baru gara-gara peristiwa itu.  “Hahaha..Asoyy..!Aku girang sekali setiap sukses berbuat jahil. Teman-teman jelas tak suka padaku. Tapi pede aja lagi. Badanku kan gede. Wuihh, bangganya jadi jagoan kelas.  Kebiasaanku lainnya adalah, nyontek, pinjam PR teman dengan paksa dan berisik saat guru mengajar.
Aduh, kau pasti tak suka padaku. Tunggu,  dengarkan dulu! Semua hal itu sudah berlalu. Sekarang aku sudah berubah.  Jika Pak Dede wali kelasku akan  pensiun jadi guru. Aku juga pensiun. Pensiun jadi si pembuat onar. Cuma,  ada masalah besar. Tak ada  yang mau percaya padaku !

“Achhh!” Vinza menjerit sambil menunjuk laci mejanya. Anak-anak merubungnya dan menemukan ular-ularan karet. Serempak semua berteriak sambil melihat ke pojok kiri belakang. Di sana aku duduk bersama Noi, si  murid baru.
“Charliii !”
 “Loh Bukan aku, “aku terkejut dan cepat-cepat  membela diri.
“Charli super jahil, jangan bohong !” seru Tari sengit.
“Siapa lagi. Kamu pernah masukin ulat bulu ke laci  mejaku!” jerit Vinza.
“Ya..t ttapi tapi…!”
“Huu..Charli huu !” anak-anak berteriak ramai.
 “Ngaku saja Charli, “bisik Noi sambil nyengir. Matanya berkedip kedip nakal.
“Huh, bukan aku, mana bisa aku mengakuinya.”keluhku. Jujur,  aku memang tidak memasukkan ular-ularan ke laci Vinza kok !
“Hey mana bolpoinku !” tiba-tiba Edo yang duduk di depanku berteriak panik. Bolpoin oleh-oleh pamannya dari Hongkong lenyap. Edo langsung membuatku terkejut “Charli  ayo kembalikan !”
 “Jangan menuduh sembarangan !” jawabku cepat.
“Halahh ngaku saja,” Riki teman sebangku Edo ikut-ikutan.
“Cepat kembalikan ,  kalau tidak, aku lapor Pak Dede,  ” ancam Edo.
“Kembalikan saja Charli,” lagi-lagi Noi ikut nyeletuk sambil nyengir. Huh anak ini,  kelihatannya  senang sekali aku dituduh seperti itu.
“Aku tidak mengambilnya, sungguh ! Periksa tasku kalau tidak percaya !” Aku  menyorongkan tasku.
“Uh tidak percaya, bolpoinku pasti kau sembunyikan di tempat lain !”
“Ya sudah kalau tidak percaya !” Aku kesal.
 Bel istirahat berbunyi. Teman-teman tetap di kelas. Ada hal istimewa yang akan terjadi di kelas  6C setelah istirahat nanti, yaitu acara perpisahan dengan Pak Dede wali kelas kami tercinta. Aku ikut menghias kelas. Hasilnya lumayan indah.
“Charli, jangan  bikin onar di perpisahan Pak Dede ya!” tegas Tio ketua kelas.
 “Iya, jangan  bikin ulah !” timpal Yanyan.  
“Tenang, tidak akan terjadi apa-apa kok!” Aku yakin sekali. Yakin dong. Si pembuat onar kan sudah pensiun he..he..
 Tet…! Bel masuk berbunyi. Pak Dede  muncul. Beliau terharu melihat ruang kelas berhias indah. “Terima kasih, Bapak sedih sekaligus bahagia hari ini. Ternyata kalian semua adalah murid yang baik.”
Pak Dede lalu duduk di kursi. Sekonyong-konyong Pak Dede  terkesiap. Astaga ! Ada  permen karet menempel di kursi. Celana Pak Dede kena permen karet. Kelas gaduh. Semua anak terkejut. Aku panik. Ya ampun, siapa sih yang berani jahil di kelas ini ?  Seingatku, tak ada anak lain yang suka iseng selain aku. Duh gawat, bisa-bisa aku dituduh lagi.  Tiba-tiba,
“Huuu.. Charlii.. huuu !” anak-anak berteriak marah sambil menatapku.
“Loh..ttidak.. tidak, bukan !” aku tergagap-gagap membela diri.
“Charliii ! Aku kan sudah mengingatkan kamu,” Tio jengkel.
“Charli, kamu bukan temanku lagi!” bentak Yanyan.
“Huuu.. Charlii.. huuu !” teriakan memenuhi kelas.  Mataku berkaca-kaca.  Syukurlah Pak Dede mampu menenangkan  teman-teman. Acara berakhir sukses meski agak tegang. Di akhir acara Pak Dede memanggilku ke ruang guru.
    “Charli, Bapak tahu kau banyak berubah akhir-akhir ini. Jadi Bapak yakin  kau tidak melakukannya.”
    “Terima kasih  Pak, tapi cuma Bapak yang percaya padaku,”kataku putus asa.
    “Tidak mudah mendapatkan kepercayaan lagi setelah banyak hal buruk yang kita perbuat, Charli. Tapi jangan putus asa. Teruslah berbuat baik. Berjuanglah untuk nama baikmu dengan cara mencari siapa pelaku sebenarnya.”
   Yah…benar ! Itu yang harus kulakukan !”pekikku.
   Dengan penuh semangat aku kembali ke kelas. Mulai hari ini akan kucari siapa si jahil itu. Di pintu kelas Noi menyambutku sambil cengar-cengir. Noi ?! Dia baru pindah 2 minggu lalu. Sejak dia datang ada saja kejadian buruk di kelas. Hey kenapa tidak terpikirkan olehku? Yah, Noi layak dicurigai.  Oke, penyelidikan akan kumulai dari dia.  Doakan aku ya teman-teman. *** yuli anita