"Baru pulang Az ?" sapa Bu Teti pemilik toko jilbab dan baju muslim ramah.
"Iya bu." Azka berhenti sebentar untuk sekedar melempar senyum. Azka kembali berjalan. Di sepanjang jalan kusuma bangsa banyak orang yang berdagang. Mereka membuka warung, toko, tempat fotokopi, wartel dan sebagainya. Dari sekian banyak tempat berdagang di sepanjang jalan itu, ada satu tempat yang baru dibuka. Rumah makan ikan bakar Nikmat Dan Lezat !
Azka mendengar suara ribut saat hendak melewati rumah makan Nikmat dan Lezat.
Pergi kau ! Awas kalau kesini lagi…!" seseorang berteriak sangat keras. KLOTHAK, KLONTANG…DUKK ! Sebatang kayu melayang keluar dari dalam toko, bersamaan dengan seekor kucing yang lari terbirit-birit. Kayu itu menghantam tong sampah. Lalu memantul kembali hingga mengenai kepala kucing itu. Seorang laki-laki gemuk keluar dari rumah makan dengan wajah marah. Ia mengacungkan kayu ke arah kucing hitam itu sambil bersumpah serapah. Kucing hitam sudah sempoyongan akibat kayu yang mengenai kepalanya. Tapi Laki-laki itu belum puas. Ia melempar lagi dengan sekuat tenaga. WINGGG…DUKK ! Meong ! kucing hitam terpelanting terdorong oleh kekuatan lemparan yang dasyat. Kucing hitam berjalan terpincang- pincang, rupanya kakinya yang terkena kali ini. Laki-laki itu menyeringai puas. Ia masuk kembali ke rumah makan Nikmat dan lezat.
Azka berdiri terpaku. Badannya gemetar menyaksikan peristiwa di depan matanya itu. Beberapa orang yang juga menyaksikan kejadian itu tak terlau peduli. Mereka segera berlalu dan kembali melanjutkan aktivitas masing-masing.
"Meong, meong, meong." Sayup-sayup Azka mendengar suara erangan yang memilukan. "Oh kucing yang malang dimana kau ?" Azka segera mencari sumber suara. Ia mencari di balik tong sampah, di bawah selokan sampai pot-pot yang berjajar di depan toko. "Tidak ada ! Di mana dia ya ?" Azka berputar-putar di sekitar tempat itu. Ia tak menyadari sepasang mata laki-laki gemuk pemilik rumah makan Nikmat lezat terus mengawasinya. Azka gagal menemukan kucing yang malang itu. Dengan kecewa Azka meninggalkan tempat itu. Tapi ketika ia sampai di dekat tong sampah depan kios jamu, Azka menemukan seekor kucing hitam meringkuk di baliknya.
"Oh kau di sini rupanya. Aku sudah mencarimu kemana-mana."pekik Azka lega.
"Meong."
"Kau pasti kesakitan ya. Sini kuperiksa." Azka mendekap kucing itu. Ia mendapati luka tepat di dekat telinga dan di daerah kaki.
"Kasihan sekali kau. Jangan kuatir aku akan mengobatimu. Sekarang ki…"
"Hey !" Azka terkejut. Seseorang menegurnya dengan kasar. Namun Azka mencoba untuk tenang ketika ia mengetahui orang itu adalah laki-laki pemilik restoran nikmat dan lezat.
"Jadi itu kucingmu. Bawa jauh-jauh dari sini. Kucingmu itu nakal sekali, mencuri kepala ikan guramiku."
"Ya Pak. Baik Pak." Meski berusaha tetap tenang, Azka merasa gugup juga, melihat mata laki-laki itu memerah.
"Yuk kita pergi." Azka menggendong kucing hitam itu lalu cepat berlalu dari tempat itu. Kucing itu terus menerus mengerang. Meski Azka membelai bulunya berulangkali kucing itu tetap saja mengerang. Luka di tubuhnya pastilah sangat membuatnya kesakitan.
"Bertahanlah. Aku akan mengobatimu setiba di rumah."
Rumah Azka tinggal beberapa puluh meter lagi. Semakin mendekati rumahnya, hati Azka makin bingung dan cemas.
"Bagaimana aku menghadapi ibu nanti ?" batinnya cemas.
Ibu terkejut saat membuka pintu. Azka tersenyum kecut. Ibu menatap tajam kucing kampung yang digendong Azka. Kucing itu serta merta berhenti mengerang. Kepalanya dibenamkannya di lengan Azka.
"Azka kenapa kau membawa kucing lagi ke rumah ? Bukankah ibu sudah melarangmu."
"Maafkan aku Bu. Tapi Kucing ini terluka." Jawab Azka gugup.
"Lalu ?"
"Aku akan mengobati lukanya." Azla tertunduk. Ia tak berani menatap mata ibu. Ia memang telah berjanji sebelumnya pada ibu untuk tidak lagi membawa kucing ke rumah. Dulu ibu tak keberatan dengan adanya seekor kucing di rumah. Tapi lama kelamaan kucing yang dibawa Azka makin banyak jumlahnya. Azka adalah seorang anak yang sangat sayang pada binatang, terutama kucing. Ia tak pernah menolak kucing pemberian temannya, ia juga tak pernah keberatan memungut seekor kucing liar yang kelaparan di jalan. Ibu mulai terganggu dengan kehadiran kucing-kucing yang banyak itu. Kucing-kucing itu suka kencing atau membuang kotoran di sembarang tempat. Ibu jadi jengkel di buatnya. Kejengkelan ibu makin bertambah saat seekor kucing belang memecahkan pot bunga kesayangan ibu.
"Mulai sekarang, tidak boleh ada kucing di rumah ini Azka." Tegas ibu.
Ibu memberi waktu semalam pada kucing kampung untuk tinggal di dalam rumah. Azka memanfaatkan waktu yang pendek itu untuk mengobati luka kucing itu. Luka itu dibubuhinya dengan obat yang biasa dipakai ibu untuk mengobati luka lecet. Luka di kepala dan kaki kucing itu ternyata cukup parah. Lukanya lebar. Saat malam tiba, karena ibu tidka memperbolehkan kucing itu tidur didalam kamar Azka, Azka membawanya pojok garasi yang hangat. Hurairah, demikian Azka kemudian memberi nama kucing itu.
Biasanya Azka sangat senang menyambut datangnya pagi, tapi hari ini ia sangat resah ketika malam berganti dengan pagi. Itu berarti waktu yang diberikan ibu pada Hurarirah itu untuk tinggal di dalam rumah telah habis. Syukurlah hari itu adalah hari Minggu. Azka memiliki banyak waktu untuk mencarikan rumah baru bagi Hurairah.
"baiklah Huairah, sekarang saatnya mencari rumah untukmu."
"Meong." Kucing itu megeong seolah mengerti maksud perkataan Azka.
Setelah berpikir cukup lama, Azka memilih meminta tolong pada Desi temannya. Dulu Desi pernah menitipkan kucingnya ke rumah Azka.
"Assalamu'alaikum"
"Wa alaikum salam. Hey Azka ada perlu apa ?" Desi memandangi kucing kampung dekil itu dalam gendongan Azka.
"Des, maukah kau menolong Hurairah. Kucing ini tidak punya rumah. Bolehkah ia tinggal di rumahmu sampai lukanya sembuh ?" tanya Azka. Desi tidak perlu berpikir lama untuk menanggapi permintaan Azka. Sejak pertama kali melihat Hurairah kucing ksmpung itu, Desi sudak tidak suka. Siapa yang suka pada kucing dekil.
"Maaf ya Azka. Yang boleh tinggal di rumahku cuma si Puntir." Desi meyebut nama kucing anggoranya yang memang cantik karena selalu dibawa ke dokter hewan dan salon setiap bulan."
"Tapi Hurairah terluka Des." Azka mencoba membujuk Desi.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan kucing kampung seperti itu Az. Kucing jalanan itu nakal suka mencuri, suka berkelahi dengan temannya terus luka kena cakar. Biarkan saja nanti kan sembuh sendiri." Mendengar jawaban Desi, Azka jadi kecewa.
"Des, apakah kamu pernah terluka yang cukup parah ?"
"Ya tentu saja."
"Apakah lukamu itu bisa sembuh tanpa diobati ?"
Azka segera berlalu. Ditinggalkannya Desi yang termangu.
"Iya bu." Azka berhenti sebentar untuk sekedar melempar senyum. Azka kembali berjalan. Di sepanjang jalan kusuma bangsa banyak orang yang berdagang. Mereka membuka warung, toko, tempat fotokopi, wartel dan sebagainya. Dari sekian banyak tempat berdagang di sepanjang jalan itu, ada satu tempat yang baru dibuka. Rumah makan ikan bakar Nikmat Dan Lezat !
Azka mendengar suara ribut saat hendak melewati rumah makan Nikmat dan Lezat.
Pergi kau ! Awas kalau kesini lagi…!" seseorang berteriak sangat keras. KLOTHAK, KLONTANG…DUKK ! Sebatang kayu melayang keluar dari dalam toko, bersamaan dengan seekor kucing yang lari terbirit-birit. Kayu itu menghantam tong sampah. Lalu memantul kembali hingga mengenai kepala kucing itu. Seorang laki-laki gemuk keluar dari rumah makan dengan wajah marah. Ia mengacungkan kayu ke arah kucing hitam itu sambil bersumpah serapah. Kucing hitam sudah sempoyongan akibat kayu yang mengenai kepalanya. Tapi Laki-laki itu belum puas. Ia melempar lagi dengan sekuat tenaga. WINGGG…DUKK ! Meong ! kucing hitam terpelanting terdorong oleh kekuatan lemparan yang dasyat. Kucing hitam berjalan terpincang- pincang, rupanya kakinya yang terkena kali ini. Laki-laki itu menyeringai puas. Ia masuk kembali ke rumah makan Nikmat dan lezat.
Azka berdiri terpaku. Badannya gemetar menyaksikan peristiwa di depan matanya itu. Beberapa orang yang juga menyaksikan kejadian itu tak terlau peduli. Mereka segera berlalu dan kembali melanjutkan aktivitas masing-masing.
"Meong, meong, meong." Sayup-sayup Azka mendengar suara erangan yang memilukan. "Oh kucing yang malang dimana kau ?" Azka segera mencari sumber suara. Ia mencari di balik tong sampah, di bawah selokan sampai pot-pot yang berjajar di depan toko. "Tidak ada ! Di mana dia ya ?" Azka berputar-putar di sekitar tempat itu. Ia tak menyadari sepasang mata laki-laki gemuk pemilik rumah makan Nikmat lezat terus mengawasinya. Azka gagal menemukan kucing yang malang itu. Dengan kecewa Azka meninggalkan tempat itu. Tapi ketika ia sampai di dekat tong sampah depan kios jamu, Azka menemukan seekor kucing hitam meringkuk di baliknya.
"Oh kau di sini rupanya. Aku sudah mencarimu kemana-mana."pekik Azka lega.
"Meong."
"Kau pasti kesakitan ya. Sini kuperiksa." Azka mendekap kucing itu. Ia mendapati luka tepat di dekat telinga dan di daerah kaki.
"Kasihan sekali kau. Jangan kuatir aku akan mengobatimu. Sekarang ki…"
"Hey !" Azka terkejut. Seseorang menegurnya dengan kasar. Namun Azka mencoba untuk tenang ketika ia mengetahui orang itu adalah laki-laki pemilik restoran nikmat dan lezat.
"Jadi itu kucingmu. Bawa jauh-jauh dari sini. Kucingmu itu nakal sekali, mencuri kepala ikan guramiku."
"Ya Pak. Baik Pak." Meski berusaha tetap tenang, Azka merasa gugup juga, melihat mata laki-laki itu memerah.
"Yuk kita pergi." Azka menggendong kucing hitam itu lalu cepat berlalu dari tempat itu. Kucing itu terus menerus mengerang. Meski Azka membelai bulunya berulangkali kucing itu tetap saja mengerang. Luka di tubuhnya pastilah sangat membuatnya kesakitan.
"Bertahanlah. Aku akan mengobatimu setiba di rumah."
Rumah Azka tinggal beberapa puluh meter lagi. Semakin mendekati rumahnya, hati Azka makin bingung dan cemas.
"Bagaimana aku menghadapi ibu nanti ?" batinnya cemas.
Ibu terkejut saat membuka pintu. Azka tersenyum kecut. Ibu menatap tajam kucing kampung yang digendong Azka. Kucing itu serta merta berhenti mengerang. Kepalanya dibenamkannya di lengan Azka.
"Azka kenapa kau membawa kucing lagi ke rumah ? Bukankah ibu sudah melarangmu."
"Maafkan aku Bu. Tapi Kucing ini terluka." Jawab Azka gugup.
"Lalu ?"
"Aku akan mengobati lukanya." Azla tertunduk. Ia tak berani menatap mata ibu. Ia memang telah berjanji sebelumnya pada ibu untuk tidak lagi membawa kucing ke rumah. Dulu ibu tak keberatan dengan adanya seekor kucing di rumah. Tapi lama kelamaan kucing yang dibawa Azka makin banyak jumlahnya. Azka adalah seorang anak yang sangat sayang pada binatang, terutama kucing. Ia tak pernah menolak kucing pemberian temannya, ia juga tak pernah keberatan memungut seekor kucing liar yang kelaparan di jalan. Ibu mulai terganggu dengan kehadiran kucing-kucing yang banyak itu. Kucing-kucing itu suka kencing atau membuang kotoran di sembarang tempat. Ibu jadi jengkel di buatnya. Kejengkelan ibu makin bertambah saat seekor kucing belang memecahkan pot bunga kesayangan ibu.
"Mulai sekarang, tidak boleh ada kucing di rumah ini Azka." Tegas ibu.
Ibu memberi waktu semalam pada kucing kampung untuk tinggal di dalam rumah. Azka memanfaatkan waktu yang pendek itu untuk mengobati luka kucing itu. Luka itu dibubuhinya dengan obat yang biasa dipakai ibu untuk mengobati luka lecet. Luka di kepala dan kaki kucing itu ternyata cukup parah. Lukanya lebar. Saat malam tiba, karena ibu tidka memperbolehkan kucing itu tidur didalam kamar Azka, Azka membawanya pojok garasi yang hangat. Hurairah, demikian Azka kemudian memberi nama kucing itu.
Biasanya Azka sangat senang menyambut datangnya pagi, tapi hari ini ia sangat resah ketika malam berganti dengan pagi. Itu berarti waktu yang diberikan ibu pada Hurarirah itu untuk tinggal di dalam rumah telah habis. Syukurlah hari itu adalah hari Minggu. Azka memiliki banyak waktu untuk mencarikan rumah baru bagi Hurairah.
"baiklah Huairah, sekarang saatnya mencari rumah untukmu."
"Meong." Kucing itu megeong seolah mengerti maksud perkataan Azka.
Setelah berpikir cukup lama, Azka memilih meminta tolong pada Desi temannya. Dulu Desi pernah menitipkan kucingnya ke rumah Azka.
"Assalamu'alaikum"
"Wa alaikum salam. Hey Azka ada perlu apa ?" Desi memandangi kucing kampung dekil itu dalam gendongan Azka.
"Des, maukah kau menolong Hurairah. Kucing ini tidak punya rumah. Bolehkah ia tinggal di rumahmu sampai lukanya sembuh ?" tanya Azka. Desi tidak perlu berpikir lama untuk menanggapi permintaan Azka. Sejak pertama kali melihat Hurairah kucing ksmpung itu, Desi sudak tidak suka. Siapa yang suka pada kucing dekil.
"Maaf ya Azka. Yang boleh tinggal di rumahku cuma si Puntir." Desi meyebut nama kucing anggoranya yang memang cantik karena selalu dibawa ke dokter hewan dan salon setiap bulan."
"Tapi Hurairah terluka Des." Azka mencoba membujuk Desi.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan kucing kampung seperti itu Az. Kucing jalanan itu nakal suka mencuri, suka berkelahi dengan temannya terus luka kena cakar. Biarkan saja nanti kan sembuh sendiri." Mendengar jawaban Desi, Azka jadi kecewa.
"Des, apakah kamu pernah terluka yang cukup parah ?"
"Ya tentu saja."
"Apakah lukamu itu bisa sembuh tanpa diobati ?"
Azka segera berlalu. Ditinggalkannya Desi yang termangu.